Thursday, May 26, 2011

sosiolinguistik: perubahan, pergeseran dan pemertahanan bahasa


Perubahan menyangkut mengenai bahasa sebagai kode, dimana sesuai dengan salah satu sifatnya yang dinamis, dan sebagi akibat persentuhan dengan kode-kode lain. Maka, bahasa itu berubah. Pergeseran bahasa menyangkut masalah mobitas penutur,sebagai akibat dari perpindahan penutur atau para penutur itu sendiri yang menyebabkan terjadinya pergeseran itu. Sedangkan pemertahanan bahasa lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa-bahasa lainnya.
  1. Perubahan Bahasa
Terjadinya sebuah perubahan bahasa itu sulit untuk diamati, sebab perubahan itu, sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh seseorang yang mempunyai waktu relatif terbatas. Bukti adanya perubahan bahasa itu pun terbatas pada bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai dokumen tertulis dari masa-masa yang sudah lama berlalu. perubahan bahasa lazim diartikan sebagi adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direvisi, menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.
  • Perubahan Fonologi
Dalam bahasa Inggris, kata (night) dulu dilafakan (nixt), kata (drought) dulu dilafalkan (druxt), dan kata (saw) dulu dilafalkan (saux). Ini menjadi bukti adanya perubahan, yaitu dengan menghilangkan huruf (x), yang tadinya ada menjadi tidak ada. Perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa Indonesia pun dapat kita lihat. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V, VK, KV, dan KVK. Sedangkan hari ini ada tambahan pola lain yaitu, KKV, KKVK, VKK, KVKK, KKKV, KKVKK.
  • Perubahan Morfologi
  • Seperti halnya diulas dimuka bahwasanya perubahan bahasa menyangkut bahasa sebagai kode, dimana sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, bahasa itu berubah.
  • Perubahan bahasa bias juga terjadi pada tataran morfologi, yakni dalam proses pembentukan kata.
  • Dalam bahasa Indonesia, misalkan, terjadi dalam penasalan prefiks me- dan pe-kaidahnya adalah:
    1. Apabila diimbuhkan dengan kata yang diawali dengan konsonan /l/, /r/ ,/w/ dan /y/, tidak terjadi penasalan.
    2. Apabila diimbuhkan dengan kata yang diawali dengan konsonan /b/, dan /p/, diberi nasal /m/.
    3. Apabila diimbuhkan dengan kata yang diawali dengan konsonan /d/, dan /t/, diberi nasal /n/.
    4. Apabila diimbuhkan dengan kata yang diawali dengan konsonan /s/, diberi nasal /ny/; Apabila diimbuhkan dengan kata yang diawali dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua huruf vocal diberi nasal /ng/.
  • Bahasa Indonesia menjadi sulit menerapkan kaidah ini manakala sudah menyerap bahasa asing yang bersuku (syllable) satu seperti kata bom, tik, dan sah yang menyebabkan timbulnya alomorf baru menge- dan penge-.
  • Para ahli bahasa tradisional tidak menerima alomorf tersebut dan mengkategorikannya sebagai perusak kaidah bahasa Indonesia.
  • Perubahan sintaksis.
  • Adanya perubahan gramatikal bahasa.
  • Dalam bahasa Indonesia, umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang sudah berlaku bahwasanya kata kerja transitif harus selalu mempunyai objek. Contoh: sekretaris itu sedang mengetik diruangannya.
  • Kata kerja aktif transitif diatas menurut kaidah yang berlaku harus selalu diikuti oleh objek.
  • Perubahan Kosakata
Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. Perubahan kosakata atau penambahan kosakata terjadi karena:
  1. Proses penyerapan atau peminjaman kosakata. Misalnya kata “algebra” dipinjam dari bahasa Arab dan diserap oleh bahasa Inggris.
  2. Proses penciptaan. Misalkan kata “frigidaire” berasal dari “frigid” plus “air”.
  3. Pemendekan dari kata atau frase yang panjang. Misalkan “prof” dari kata “professor”.
  4. Proses akronim. Misalkan kata ABRI dan UNESCO.
  5. Proses penggabungan utuh. Misalkan kata “afternoon” dan “matahari”.
  6. Proses penggabungan dengan penyingkatan. Misalkan “motel” dari kata “motor” plus “hotel”.
Bahasa juga mengalami pengurangan atau kehilangan kosakatanya. Terdapat beberapa kosakata yang dulu digunakan namun sekarang sudah tidak digunakan lagi. Misalnya kata “kempa” yang artinya “stempel/cap”, dan “tingkap” yang artinya “jendela”, dan masih banyak yang lainnya.
  • Perubahan semantik
Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas atau menyempit. Perubahan semantik dibagi menjadi:
  1. Berubah total
Makna kata benar-benar berubah seluruhnya. Misalnya kata “pena” dulu bermakna “bulu (angsa)”, namun sekarang menjadi “alat tulis”.
  1. Perluasan makna
Dulu kata tersebut hanya memiliki satu makna, namun sekarang mempunyai lebih dari satu makna. Misalnya kata “saudara”. Dulu hanya untuk orang yang lahir dari ibu yang sama, namun sekarang berarti juga “kamu”.
  1. Penyempitan makna
Pada mulanya suatu kata memiliki makna yang luas, namun sekarang menjadi menyempit. Misalnya kata “sarjana” yang dulu bermakna “orang yang pandai”, namun sekarang bermakna “orang yang lulus dari perguruan tinggi”.
Wardhaught membedakan adanya dua macam perubahan bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal. Perubahan internal terjadi dalam bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, morfologi dan sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi karena adanya pengaruh dari luar, seperti adanya penyerapan atau peminjaman kosakata, penambahan fonem dari bahasa lain, dsb.
  1. Pergeseran Bahasa (Language Shift)
Pergeseran bahasa adalah sebuah peristiwa yang biasanya terjadi pada pelaku tutur yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan bahasa yang lain pula. Biasanya pergeseran bahasa terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Sehingga akhirnya mengundang para pendatang.
Bila seorang atau sekelompok pelaku tutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain dan bercampur dengan mereka, maka akan terjadilah pergeseran bahasa, dan gunanya jelas, yakni agar para pendatang dapat meyesuaikan diri mereka terhadap lingkungan baru, dan salah satu caranya ialah dengan mau tidak mau menanggalkan bahasa pertama mereka, dan mulai menggunakan bahasa kedua yakni bahasa setempat. Berikut pola yang diutarakan oleh Fishman berkenaan dengan peristiwa pergeseran bahasa yang terjadi pada para imigran di Amerika:
Monolingual => Bilingual Bawahan => Bilingual Setara => Bilingual Bawahan => Monolingual
Pada tahap pertama para imigran masih bermonolingual dengan bahasa ibunya, selanjutnya setelah beberapa lama, seperti yang di gambarkan di tahap kedua, mereka sudah menjadi bilingual bawahan (bahasa ibu dan bahasa Inggris) namun bahasa ibu tetap mendominasi. Setelah beberapa lama seperti yang digambarkan dalam tahap ketiga, bilingualisme mereka pun sudah setara (penggunaan bahasa Inggris mereka sudah sama baiknya dengan ketika mereka menggunakan bahasa ibu mereka). Selanjutnya seperti yang digambarkan dalam tahap keempat, mereka mulai sudah menjadi bilingual bawahan namun dengan penguasaan bahasa Inggris yang jauh lebih baik daripada penguasaan bahasa ibu dan akhirnya, seperti yang ada dalam kotak kelima, mereka pun menjadi monolingual bahasa inggris sedangkan bahasa ibu telah mereka tinggalkan.
Para linguist seperti Danie, Tallei, Yahya, Walker dan Ayatrohaedi dengan hasil penelitian yang telah mereka lakukan sebelumnya terhadap beberapa daerah mengutarakan umumnya beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa ialah, bahasa itu akan punah ketika tidak ada lagi penutur di dalamnya, punahnya bahasa juga dipengaruhi oleh arus mobilitas para penuturnya.
  1. Pemertahanan Bahasa
Sumarsono, seorang linguist yang memaparkan pemikirannya lewat penelitian yang sudah ia lakukan terhadap penduduk yang tinggal di desa Loloan kota Nagara, Bali. Terdapat sekitar tiga ribu penduduk muslim hidup di sana yang tidak menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa sehari-sehari mereka, melainkan menggunakan bahasa Melayu Loloan sebagai bahasa B1 mereka yang sudah berlangsung sejak abad ke-18, dan didapati beberapa fator yang penyebabnya antara lain:
  1. Wilayah pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali lainnya.
  2. Adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan ketika berkomunikasi dengan kelompok masyarakat minoritas ini.
  3. Anggota masyarakat Loloan memiliki sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya dan bahasa Bali.
  4. Adanya loyalitas tinggi dari masyarakat Loloan terhadap bahasa Mealayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri bagi masyarakat Loloan yang bragama Islam.
  5. Adanya kesinambungan pengalihan bahasa Loloan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.
Namun demikian, pemertahanan masyarakat Loloan terhadap bahasa Bali tidak sekuat dengan pertahanan mereka terhadap bahasa Indonesia karena memang banyak ranah sosial yang tadinya menggunakan bahasa Loloan atau bahasa Bali tapi kini mulai menggunakan bahasa Indonesia seperti ranah keluarga, pemerintahan, kekariban, keagamaan, pendidikan, dan perdagangan. Sehingga dapat disimpulkan:
  1. Penggunaan bahasa B2 milik mayoritas oleh minoritas bilingual tidak selalu mengakibatkan pergeseran atau punahnya B1 milik kelompok minoritas.
  2. Penguasaan B2 yang dalam hal ini adalah bahasa Indonesia oleh kelompok minoritas juga tidak memunahkan B1 namun hanya menggeser beberapa peran B2 lama (bahasa Bali) dan beberapa peran B1.

No comments:

Post a Comment