Education; Psikologi Pendidikan

Hakikat manusia
Oleh Endang Iryani


1.    Manusia dalam pandangan psikologi behaviorisme
Ada dua pandangan manusia Dalam psikologi, pertama, manusia adalah mahluk yang berkeinginan. Pandangan ini dipegang oleh aliran psikoanalisis yang melukiskan manusia sebagai mahluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam. Kedua, manusia adalah mahluk mesin. Pandangan ini dipegang oleh aliran behaviorisme yang menyatakan bahwa manusia adalah mahluk yang digerakkan semaunya oleh lingkungan.
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang  berinduk kepada empirisme. Empirisme beranak pinak hingga melahirkan-salah satunya-aliran behaviorisme. Leluhur utama aliran ini adalah Aristoteles. Pada perkembangan berikutnya, behaviorisme lebih sering disebut sebagai psikologi aristotelian. Dalam aliran filsafat kepribadian, empirisme dibesarkan oleh John Locke.
Behaviorisme menganalisis manusia hanya dari sisi perilakunya yang tampak. Sebab, hanya perilaku yang tampak yang dapat diukur, dilukiskan, dan dijelaskan. Menurut behaviorisme, psikologi adalah sains, sedangkan, sains hanya berhubungan dengan apa saja yang dapat diamati secara kasat mata. Jika didefinisikan sebagai suatu yang tidak bisa diamati secara kasat mata, jiwa-menurut behaviorisme-berada di luar wilayah psikologi.
Teori yang paling menonjol dalam aliran behaviorisme mengenai manusia adalah teori belajar. Menurutnya, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, kecuali instinknya. Behaviorisme tidak peduli apakah manusia itu baik atau buruk apakah rasional atau emosional. Aliran ini hanya menganalisis bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh lingkungannya. Dari aliran ini, muncul konsep sebagai mahluk mesin.

Dalam skema

Perilaku -------------melahirkan----------Pengalaman--------------yang membawa---------------Belajar---------------yang memungkinkan adanya-------------------Pengetahuan----------yang berperan utama dalam penentuan--------------Perilaku

Empirisme menyatakan bahwa pada saat lahir, manusia tidak memiliki warna mental. Sebab, warna mental yang dimiliki manusia dalam hidupnya merupakan hasil pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan memiliki pengetahuan.  Secara pskologis, pengalaman indriawi menurut empirisme menentukan perilaku manusia, kepribadiannya, dan temperamennya. Pikiran dan perasaan manusia bukan penyebab perilaku. Akan tetapi, perilaku masa lalulah yang menyebabkan manusia berprilaku. Bahkan, bukan hanya manusia yang dibentuk oleh pengalaman. Mahluk lainnya, seperti binatang. Mahluk berpengetahuan sebagai akibat pengalaman yang berulang-ulang, ini disebut sebagai Pelaziman (conditioning) dalam istilah behaviorisme.
Menurut behaviorisme, kalau terjadi gangguan jiwa pada seseorang, tidak ada hubungannya dengan jiwa sama sekalai. Itu akibat pelaziman yang keliru. Cara mengobatinya adalah dengan menyuruh orang itu untuk melakukan pelaziman baru. Dalam behaviorisme pelaziman baru disebut kontrapelaziman (counterconditioning). Hal yang sama dapat dilakukan apabila terjadi keterbelakangan cara berpikir pada anak didik. Keterbelakangan ini disebabkan anak melakukan pelaziman yang keliru. Manusia tidak berbeda dalam kadar kepintaran. Hal yang membedakan adalah proses pelaziman. Pelaziman yang tepat menghasilkan anaka didik yang pintar. Sebaliknya, pelaziman yang keliru menghasilkan anak didik yang terbelakang. Apabila seorang guru menghadapi anak didik yang terbelakang, ia dapat mengobatinya dengan pelaziman yang tepat.
Ada pertentangan teori behaviorisme dalam hal ini, A. Bandura-seorang ahli psikologi sosial yang dekat dengan behaviorisme, tetapi sering  mengkritiknya bahwa perilaku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh pelaziman. Ganjaran dan hukuman yang sangat berpengaruh dalam belajar. Mengapa seorang anak yang berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya. Behaviorisme tradiosional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak bermakna dipasangkan dengan lambang atau objek yang mempunyai makna. Mula-mula, anak mengucapkan bunyi-bunyi yang tidak bermakna seperti: ba, ba. Kemudian, orangtuanya meneguhkan ucapan yang bermakna (mungkin menjadi “bapak). Dengan cara peneguhan ini, terbentuklah bahasa anak yang memungkinkannya berbicara. Akan tetapi, dengan cara demikian, anak harus menghabiskan bertahun-tahun untuk berbicara. Bahkan menurut Bandura, cara demikian tidak dapat menjelaskan mengapa anak-anak dapat mengucapkan kalimat yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya.
Bandura menyebutkan bahwa belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respons orang lain, misalnya meniru bunyi yang sering didengar, merupakan penyebab utama belajar. Ganjaran dan hukuman bukanlah faktor utama belajar, tetapi keduanya merupakan faktor penting dalam melakukan suatu tindakan. Bila kreativitas seorang anak didik selalu dihargai (diganjar), ia akan sering melakukannya. Sebaliknya, bila kreativitas seorang anak didik selalu dicela, ia akan menahan diri dari kreativitas tersebut, walaupun ia memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Dalam hal ini penulis tidak menggarisbawahi atau mempertentangkan kedua teori tersebut. Karena setiap teori memiliki kelemahannya masing-masing. Kembali pada penitikan berat kajian psikologi, kedua teori behaviorisme dan A. Bandura merupakan teori yang mampu dan mumpuni untuk diterapkan dalam penyelesaian atau problem solving pada dunia pendidikan. Pelaziman atau pun peniruan merupakan dua hal yang substansinya adalah sama, merangsang kerja otak dalam kebanggaan. Secara rasional, orang yang sering melakukan pengalamannya dia akan mendapatkan kemahiran tersendiri dalam behavior disebut pintar, ketika manusia sudah mencapai hal itu maka pujian lah yang didapat. Dan ini sama dengan teori A. Bundaran, bahwa pujian itu dapat merangsang kinerja otak atau perilaku manusia menjadi manusia yang pintar.

2.      Manusia menurut aliran Psikoanalisis
Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an oleh Sigmund Freud. Ia merupakan seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui tehnik pengobatan eksperimental yang disebut areaction, sebuah kombinasi antara hipnotis dan katarsis.
Psikoanalisis atau dikenal dengan depth psychology, yaitu aliran psikologi yang mencari sebab-sebab perilaku manusia pada alam tak sadarnya. Freud menjelaskan bahwa perilaku manusia adalah hasil interaksi tiga subsistem struktur mental manusia, yaitu id, ego dan superego. Id adalah bagian kepribadian manusia yang menyimpan dorongan-dorongan biologis. Berupa reservoir energi psikis yang hanya memikirkan kesenangan. Dalam psikologi islam, reservoir energi psikis ini disebut nafsu sedangkan dalam psikologi umum disebut instink.
Ada dua instink dominan dalam diri manusia, pertama, libido. Ia berupa instink reproduksi dalam diri manusia yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan mereka yang konstruktif. Kedua, thanatos. Ia berupa instink dekstruktif dan agresif. Instink pertama merupakan instink kehidupan, sedangkan instink kedua adalah instink kematian. Kedua instink ini lebih dikenal dengan sebutan dualitas kehidupan manusia.
Id, menurut Freud, bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Ia adalah tabiat hewani manusia.
Subsistem struktur mental manusia yang kedua adalah ego. Ego merupakan pengawas realitas. Ego berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator hasrat-harat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional.
Subsistem struktur mental yang ketiga adalah superego, merupakan reservoir kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap oleh individu dari lingkungannya. Superego adalah polisi  kepribadian. Ia merupakan hati nurani yang menginternal (membentuk) dari norma-norma sosial dan kultural masyarakat. Superego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang didesakkan oleh id. Ketika id mendorong seorang anak untuk bolos dari sekolah, ego-nya merenung apakah orangtuannya tahu atau tidak. Lalu egonya diingatkan oleh superego bahwa dirinya dapat tidak diberi uang sekolah bila kelakuan bolosnya ini ketahuan oleh orang tuannya.
Secara kesimpulan, perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara id sebagai komponen biologisnya, ego sebagai komponen psikologisnya, dan superego sebagai komponen sosialnya.

3.      Manusia dalam pandanagan Aliran Kognitif
Psikologi kognitif memandang manusia bukan sekedar mahluk pasif yang tunduk sepenuhnya pada lingkungan. Dia bukan lagi meja lilin atau tabula rasa yang dapat dibentuk semaunya oleh stimulus-stimulus. Manusia tidak lagi mesin. Ia adalah pengolah informasi dan pemecah masalah. Secara aktif, ia dapat memperhatikan, menafsirkan, mengolah dan menggunakan informasi tersebut. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan. Manusia adalah makhluk yang berusaha memahami lingkungan.
Beberapa orang yang dianggap pioner dari aliran ini adalah Immanuel Kant, Rene Descartes, Plato merupakan tokoh juga dalam aliran filsafat rasionalisme. Kant, sebagai moyang aliran kognitif, menyimpulkan bahwa jiwalah yang menjadi alat utama pengetahuan, bukan piranti-piranti indriawi. Jiwalah yang menafsirkan secara aktif pengalaman indriawi. Jiwalah yang menafsirkan, mendistorsi, dan mencari makna. Tidak selamanya kita merespon stimula eksternal.
Seorang ibu yang sedang tidur lelap tidak terganggu oleh hiruk-pikuk dan riuh rendah suara di luar. Akan tetapi, ketika bayi yang ada dismpingnya menangis, dengn tergesa-gesa ia bangun. Alirn kognitif lebih dekat dengan aliran tasawuf dalam islam yang menyatakan bahwa pengetahuan yang ditemukan jiwa dijamin aman. Lain halnya dengan pengetahuan yang didapat melalui alat-alat indriawi. Seiring dengan kemungkinan terjadinya error pada alat-alat indriawi, tidak mustahil pengetahuan yang didapatnya pun mengalami eror. Demikian, menurut Al-Ghazali dan Abu Thalib AL-Makki.