Thursday, May 26, 2011

materi sosiolinguistik: rangkuman semua materi


Pertemuan 1 : Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi dan alat interaksi yang Alloh ta’ala karuniakan khusus untuk makhluk-Nya yang paling sempurna, yaitu manusia. Bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian internal bahasa meliputi kajian struktur diantaranya struktur fonologis, struktur morfologis, atau struktur sintaksis. Sedangkan kajian eksternal bahasa membahas tentang hal atau faktor yang berada di luar bahasa dan ini berkaitan dengan pemakaian bahasa oleh penuturnya. Jika kajian internal menghasilkan perian bahasa tanpa ada kaitannya dengan masalah di luar bahasa, maka kajian eksternal menghasilkan rumusan atau kaidah yang berkenaan dengan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Lebih lanjut, penelitian atau kajian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin ilmu atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antardisiplin. Contoh kajian eksternal bahasa, sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik,dan neurolinguistik. Khususnya pada mata kuliah sosiolinguistik, dari sini dapat dipahami bahwa disiplin ilmu ini terdiri dari dua disiplin yaitu sosiologi danlinguistik. Gabungan dua disiplin tersebut memberikan sumbangan yang berbeda dari disiplin dasarnya, maka dapat dirumuskan bahwa sosiolinguistik merumuskan persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan. Senada dengan Fishman, “… study of who speak what language to whom and when.”
Di dalam Sosiolinguistik terdapat beberapa masalah penting yang merupakan masalah bagi peneliti, yaitu (1) identitas sosial dari penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Pertemuan 2 : Komunikasi Bahasa
Hakikat bahasa : bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Ciri-ciri tersebut bahasa tersebut menjadi indikator hakikat bahasa adalah menurut pandangan linguistik umum (general linguistics), yang melihat bahasa sebagai bahasa. Sedangkan menurut pandangan sosiolinguistik bahasa itu juga mempunyai ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat mengidentifikasikan diri.
Fungsi bahasa dilihat dari sudut penutur bahwa bahasa itu berfungsi personalatau pribadi. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau gembira. Sedangkan dari sudut pendengar bahwa bahasa berfungsidirektif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar yakni tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu tetapi juga melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si pembicara.
Pertemuan 3 : Bahasa dan Masyarakat
Ferdinand de Saussure (1916) mengusung pendapat tentang bahasa yaitu adanya bagian-bagian bahasa, antara lain langage, langue, dan parole. Dalam bahasa Prancis, langage yaitu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal diantara sesamanya. Langue yaitu sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan sekelompok anggota masyarakat tertentu. Sedangkan parole yaitu bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam kegiatan interaksi atau komunikasi sesamanya. Sebagai langage, bahasa bersifat universal dan ketika sebagailangue maka keuniversalannya terbatas pada suatu masyarakat tertentu.
Dalam berkomunikasi, adanya saling mengerti antara penduduk suatu wilayah tertentu dengan penduduk wilayah yang lain dikarenakan adanya kesamaan sistem dan subsistem (fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik) antara langue dan parole yang mereka gunakan. Ketidaksamaan sistem dan subsistem menyebabkan tidak terjadinya saling mengerti menandai adanya dua sistem langue yang berbeda.
Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur ini biasa disebut dengan istilah repertoir bahasa atau verbal repertoir dari orang itu. Verbal repertoir secara kepemilikan dibagi dua, yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan.
  • Sosiolinguistik interaksional atau sosiolinguistik mikro adalah kajian yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai sistem interaksi verbal antara para penuturnya di dalam masyarakat.
  • Sosiolinguistik korelasional atau sosiolinguistik makro adalah kajian mengenai penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan adanya ciri-ciri linguistik di dalam masyarakat.
Masyarakat tutur yakni suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu. Dengan kata lain, masyarakat tutur adalah kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa dan mereka merasa menggunakan tutur yang sama.
Bahasa dan tingkatan masyarakat tampak dalam bahasa-bahasa tertentu. Sebagai contoh, dalam tingkatan masyarakat dibagi dalam beberapa kelas, kelas-kelas ini memiliki bentuk bahasa tertentu, baik variasi, ragam atau dialek yang khas. Dalam istilah bahasa jawa dikenal undak usuk yaitu variasi bahasa yang penggunaannya didasarkan pada tingkat-tingkat sosial.
Bernstein menggagas Deficit Hypotesis. Teori ini membahas bahwa adan perbedaan kode bahasa yang digunakan golongan rendah dan golongan menengah. Anak-anak golongan menengah menggunakan variasi atau kode bahasa yang berbentuk lengkap (Elaborated Code) di rumah, sedangkan anak-anak golongan buruh rendah dibesarkan dalam lingkungan variasi bahasa yang terbatas, atau tidak termasuk lengkap (restricted code).
Pertemuan 4 : Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur
Peristiwa tutur yaitu terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur , dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Dell Hyms (1972) mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yaitu (1) speaking and scene, (2) participants, (3) ends : purpose and goal, (4) act sequences, (5) key : tone or spirit of act, (6) instrumentalities, (7) norms of interaction and interpretation, and (8) genres. Pendapat ini sejalan dengan Fishman yaitu “who speak, what language, to whom, when, and what end.” Sedangkan peristiwa tutur pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (speech act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan.
Austin membagi tindak tutur performatif menjadi (1) tindak tutur lokusi (suatu tindakan untuk menyatakan sesuatu, sebagai contoh “Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”), (2) tindak tutur ilokusi (suatu tindakan dalam menyatakan sesuatu, contoh “Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat”), dan (3) tindak perlokusi (suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu, contoh “Mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner” kata dokter).
Tindak tutur mencakup juga perihal deiksis, presuposisi, dan implikatur percakapan. Deiksis yaitu hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata itu yang tidak tetap atau dapat berubah dan berpindah. Sedangkan presuposisi yaitu makna atau informasi tambahan yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Kemudian implikatur percakapan yaitu adanya keterkaitan antara ujaran-ujaran yang diucapkan antara dua orang yang sedang bercakap-cakap, keterkaitan ini tidak secara literal melainkan tersirat.
Pertemuan 5 : Berbagai Variasi dan Jenis Bahasa
Keragaman atau kevariasian bahasa bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interajsu sosial yang dilakukan sangat beragam. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas.
Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkankriteria latar belakang geografi dan sosial penutur, medium yang digunakan, dan pokok pembicaraan. Preston dan Shuy (1979) membagi variasi bahasa dalam penutur, interaksi, kode, dan realisasi. Halliday (1970, 1990) membedakan variasi bahasa berdasarkan pemakai yang disebut dialek dan pemakaian yang disebut register. Sedangkan Mc David (1969) membagi variasi bahasa ini berdasarkan dimensi regional, dimensi sosial, dan dimensi temporal.
Variasi bahasa dari segi penutur diantaranya :
  • idiolek, yaitu variasi bahasa yang bersifat perseorangan bahwa setiap orang memiliki idoleknya masing-masing.
  • dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, berada pada suatu tempat, silayah, atau area tertentu.
  • kronelek atau dialek temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
  • Sosiolek atau dialek sosial, yaitu bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken.
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misal, bidang jurnalistik, militer, pertanian, dll.
Variasi bahasa dari segi keformalan menurut Martin Joos (1967) dalam bukunyaThe Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (style), yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate).
Variasi bahasa dari segi sarana dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misal dalam telepon dan telegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama.
Jenis bahasa dibagi dalam beberapa, diantaranya jenis bahasa berdasarkan sosiologis, sikap politik, tahap pemerolehan, dan lingua franca. Secara sosiologis menurut Stewart menggunakan jenis sikap dan perilaku terhadap bahasa. Terdapat empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yaitu standardisasi, otonomi, historisitas, dan vitalitas atau keterpakaian.
Jenis bahasa berdasarkan sikap politik atau sosial politik dapat dibedakan adanya bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Kemudian jenis bahasa berdasarkan tahap pemerolehan dibedakan atas bahasa ibu, bahasa pertama (kedua, ketiga, dst), dan bahasa asing. Selanjutnya lingua franca yaitu sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda.
Pertemuan 6 : Bilingualisme dan Diglosia
Bilingualisme atau kedwibahasaan yakni berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara umum dalam sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
Diglosia berasal dari bahasa Prancis, diglossie. Diglosia digunakan untuk menyatakan suatu masyarakat yang di sana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Lebih rinci dapat dilihat bahwa
  1. diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relatif stabil, di mana selain terdapat sejumlah dialek-dialek utama atau ragam-ragam utama dari satu bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain.
  2. dialek utama atau ragam utama berupa dialek standar atau sebuah standar regional.
  3. ragam lain yang bukan dialek-dialek utama itu memiliki ciri :- sudah sangat terkodifikasi
    - gramatikalnya lebih kompleks
    - merupakan wahana kesusasteraan tertulis yang sangat luas dan dihormati
    - dipelajari melalui pendidikan formal
    - digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal
    - tidak digunakan untuk oleh masyarakat manapun percakapan sehari-hari.
Topik-topik dalam diglosia diantaranya fungsi, prestise, warisan sastra, pemerolehan, standardisasi, stabilitas, gramatika, leksikon, dan fonologi.
Pertemuan 7 : Alih Kode dan Campur Kode
Peristiwa pergantian bahasa yang digunakan dalam satu percakapan disebut alih kode. Appel mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Diantara penyebab alih kode itu disebutkan antara lain adalah pembicara atau penutur; pendengar atau lawan tutur; perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga; perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya; dan perubahan topik pembicaraan.
Campur kode dalam bahasa hanya ditemukan bila terdapat serpihan-serpihan. Menurut Fasold (1984) menawarkan kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dari alih kode. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.

No comments:

Post a Comment